Kamis, 18 Oktober 2018

Dia ?

Hari ini adalah hari yang menyenangkan untukku. Aku dan teman-temanku yang lainpun merasa begitu. Karena kita akan memulai lembaran baru diSMA baru ini. Dan betapa bahagianya aku karena aku 1 kelas lagi sama ryan di 10 IPA 1.
Ryan adalah teman dekatku bisa dibilang sahabat sejatiku. Sejak taman kanak-kanak aku dan ryan slalu 1 kelas. Jadi tidak heran kalo dia tau semua tentang aku. Begitupun dengan aku, aku tau semua tentang dia. Dari dia suka gonta-ganti pacar, sampai dia yang usil itu. Ya, dia bisa dibilang playboy. Tapi dia nggak keren banget kok. Menurut aku aja ya, dia itu orang yang biasa saja. Hanya saja dia pintar merayu saja. Dia memang bermuka dua, tapi dia asik kok. Ya namanya juga manusia, jadi punya kekurangan dan kelebihan. Mana ada orang yang sempurna.
Hari ini dia mendekati anak 10 IPA 2, dia bernama sasya. Menurutku dia lumayanlah, nggak cantik juga nggak jelek. Ya, biasa saja. Orang yang dideketin dia itu slalu cewek yang berkulit sawo matang. Katanya sih, orangnya manis dan nggak bosenin gitu. Menurutku itu bohong, kalo nggak bosenin kenapa dia harus gonta-ganti pacar coba. Dia itu sangat aneh, tapi lucu juga.
"Fany, aku udah jadian sama sasya" katanya sambil menepuk pundakku. Akupun terkejut dan langsung memarahinya.
"Apaan sih! Ngagetin tau. Nyebelin banget sih"
"Marah, cemberut. Hahaha, ayo kekantin. Hari ini aky yang bayar, pajak jadian buat sahabat tercantikku. Oke 😉" katanya merayu.
"Mie ayam 2 porsi ya?" Aku ingin membuatny bangkrut. Hehehe.
"Apa? Gila loe fan. Cewek apa cowok sih?" Katanya heran.
"Udahlah. Katanya mau bayarin, cepetan dong. Laper nih" kataku sambil menarik tangannya.
"Ok lah, kali ini aja lho. Bikin gue bangkrut aja" katanya terpaksa.
"Makasih playboy" kataku mencubit pipinya. Dan tertawa disepanjang jalan menuju kekantin. Dia itu memang lucu, tapi dia jailnya bukan main. Dia pernah buat aku nangis gara-gara hal sepele. Masak aku digelitikin dia, aku kan paling sebel kalo digelitikin. Jadi biasanya kalo aku lagi bete dia slalu manggil aku dengan sebutan cengeng. Nyebelinkan, banget malahan. Tapi sebenarnya dia itu baik kok.
Sesampainya disana, ternyata disana juga ada sasya. Aku dan ryan duduk, sasya menatapku dengan tatapan sinis.
"Ryan. Sasya cemburu tu" kataku kepada ryan.
"Biarin" kata ryan cuek. Sasya menghampiri kami dengan minuman di tangannya.
"Dasar playboy" kata sasya sambil menumpahkan minumannya dimuka ryan. Aku terkejut.
"Kita putus" lanjutnya langsung pergi meninggalkan kami.
"Kamu nggak apa-apa kan yan ?" Tanyaku kepadanya.
"Aduh. Sadis banget tu cewek. Nggak punya sopan santun kali ya" katanya sambil membersihkan bajunya.
"Kekamar mandi dulu sana" kataku.
"Lha terus makanannya?" Tanyanya.
"Kapan-kapan aja" jawabku. Aku tak tega melihatnya seperti itu.
"Kekelas aja yuk?" Katanya sambil menarik tanganku. Sesampainya dikelas dia melepaskan tangaku dan mengambil tasnya.
"Kamu mau kemana yan?" Tanyaku heran dengan tingkahnya.
"Pulang" jawabnya lalu berlari meninggalkan kelas.
"Ryan" kataku berteriak, tetapi dia tetap saja berlari tanpa memperdulikanku.
"Dia kenapa fan ?" Kata beby teman satu kelasku.
"Baru putus sama sasya" jawabku.
Waktu berlalu begitu cepat. Tanpa kusadari waktu belajar disekolah telah usai. Semua muridpun pulang kerumah masing-masing, begitu juga denganku.
Aku berjalan bersama dengan beby dan haris. Ternyata ryan menunggu kami didepan pintu gerbang, dengan mobil ayahnya. Ya tak heran, dia kan anak tunggal. Jadi apa saja yang dia mau, pasti akan dituruti. Aku jadi iri, kamipun menghampiri dia.
"Kerumah fany yuk? Ada yang mau aku ceritakan disana" katanya sambil menyuruh kami masuk. Kamipun masuk kedalam mobilnya.
"Aku heran sama kamu yan" kata haris membuka pembicaraan.
"Maksudnya?" Tanya ryan sambil fokus mengendarai mobilnya.
"Yah. Sebenarnya kamu tu sukanya sama siapa?" Tanya haris.
"Dia" jawab ryan.
"Dia siapa?" Tanyaku penasaran.
"Sasya" sahut beby.
"Nggaklah" jawabnya.
"Terus siapa?" Tanya haris heran.
"Nanti ajalah. Aku juga mau cerita soal itu kok" katanya sambil tersipu malu. Tapi dia ganteng juga ya. Duh, apasih. Aneh-aneh aja.
"Ok" jawab haris.
Sesampainya dirumahku kemipun turun. Tanpa kusuruh masuk, mereka sudah masuk sendiri. Ya, tidak usah heran dengan tingkah mereka semua. Karena aku dan mereka sudah lama menjadi sahabat. Dan setiap ada tugas, pasti dirumahku. Jadi mereka sudah sering dirumahku.
"Cepet dong cerita" baru saja duduk. Beby sudah menyuruh ryan bercerita.
"Sabar dong. Lagian juga nggak mungkin kamu kok" kata haris dengan sinisnya. Ya itulah yabg terjadi, kalo didalam 1 ruangan ada beby dan haris.
"Apaan sih" kata beby bete.
"Udah-udah, apaan sih kalian. Cepet cerita deh yan" kataku menengahi mereka.
"Dia itu orang yang tau semua tentang aku, dan aku tau semua tentang dia. Dia nggak manis, tapi cantik. Kulitnya nggak sawo matang, tapi putih. Dia pintar, murid kesayangan, anak kesayangan" kata ryan.
"Kok mirip aku" jawabku tanpa pikir panjang.
"Hahaha" mereka semua menertawai aku.
"Aduh yan. Kayaknya kita harus cari sahabat cewek lagi nih. Masak punya sahabat cewek, PD semua. Nggak beby yang lemot, centil, PD lagi. Apalagi fany yang terlalu, hahaha. Fany-fany, malu aku kalo jadi kamu" kata haris dengan teganya.
"Apaan sih ris, kenapa aku juga yang kena? Nyebelin bangst sih" kata beby dengan bete. Aku hanya tersipu malu. Ya, aku terlalu berharap. Kenapa aku seperti merasa telah jatuh hati pada ryan. Ah, nggak mungkin.
"Udah ah. Aku mau buat minuman dulu ya" aku langsung berdiri. Ya, aku memang menghindar. Dapurku bersebelahan dengan ruang tamu. Aku mendengar kata-kata mereka tetapi tidak jelas. Aku membawa minuman, dan saat aku mau menuju keruang tamu terdengar.
"Waktuku nggak lama lagi, aku akan pergi" kata ryan. Dia tampak sedih, begitu juga dengan beby dan haris.
"Ada apa? Kenapa kalian bersedih?" Kataku sambil meletakkan minum dimeja. Aku penasaran, apa yang telah terjadi.
"Kita lagi ngomongin tentang novel yang dibaca ryan. Sedih banget deh fan" kata haris. Aku melihat beby, beby mengangguk mengiyakan. Aku melihat ryan.
"Tau nggak fan? Aku buat sendiri lho. Dan nanti kalo sudah jadi, kamu orang yang pertama aku kasih novel itu" kata ryan dengan semangatnya.
"Ok" jawabku.
"Itu kisah nyata lho" lanjutnya, sambil mengambil minum.
"Ha, apa!" Jawabku kaget. Tapi kenapa yang lain hanya biasa saja.
"Bercanda" kata ryan sambil tersenyum. Beby dan haris ikut tersenyum.
"Baiklah" jawabku mencoba percaya. Walaupun sebenarnya aku tak percaya.
Tiba-tiba hanphone ryan berbunyi. Ryanpun mengambil hanphonenya.
"Iya. Saya segera kesana" jawab ryan. Ryan melihat beby dan haris.
"Kita ikut" kata haris, beby mengangguk.
"Ada apa sih?" Tanyaku penasaran.
"Aku, beby dan ryan ada janji sama orang dalam novel itu. Maaf ya fan, kecuali kamu. Karna ada sesuatu ok" jawab haris langsung keluar dan menarik beby.
"Salam buat dia" kata ryan dengan senyum kecil, langsung menyusul beby dan haris yang sudah berada didalam mobilnya. Dan merekapun pergi.
Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa aku merasa ada yang berbeda. Kenapa ryan bilang salam buat dia? Apa aku mengenal dia? Atau dia itu aku? Sebenarnya dia itu siapa? Banyak sekali pertanyaan yang inginku tanyakan kepadanya.
Dengan memikirkan itu membuat kepalaku pusing. Badanku lemas, ya aku terlalu capek. Akupun menuju kekamar untuk istirahat.
Tiba-tiba...
"Salam buat dia" kata ryan sambil mengulurkan novel.
"Dia itu siapa?" Tanyaku penasaran.
"Dia adalah dia" kata ryan. Ryan semakin menjauh dan lama kelamaan hilang.
"Ryan" teriakku langsung duduk. Aku tak tau arti mimpi itu. Aku benar-benar tak tau.
Malam ini aku duduk diteras rumah depan. Aku masih ingat betul kata-kata ryan. Kenapa aku merasa dia itu aku. Kenapa ryan datang dalam mimpiku dan menyebut dia. Kenapa aku tak dapat mengartikannya. Aku benar-benar tak tau.
Aku ingin menelfon ryan. Tapi itu tidak mungkin. Aku menuju kekamar dan tiduran. Walaupun sebenarnya aku belum mengantuk. Tapi aku tak tau apa yang harus aku lakukan.
Tiba-tiba...
Aku melihat ryan. Dia memakai pakaian yang sama. Baju putih panjang dan celana putih panjang.
"Ryan" kataku memanggilnya.
"Besok hari terakhir aku melihat kamu fany" katanya sambil tersenyum.
"Kenapa?" Tanyaku mulai risau.
"Aku akan pergi. Dan aku tak mungkin kembali fan" jawabnya. Masih dengan senyum yang sama.
"Kemana? Kenapa tak mungkin kembali?" Tanyaku padanya. Aku cemas sampai-sampai meneteskan air mata.
"Kalo aku sudah pergi, kamu akan tau siapa itu dia" jawabnya masih dengan tersenyum. Ryan semakin menjauh dan lama-kelamaan hilang.
"Ryan" teriakku. Oh, aku hanya mimpi. Aku memegang kedua pipiku, ternyata pipiku basah dengan air mata. Aku tak tau kenapa aku bisa mimpi seperti itu. Tapi mimpi itu terasa sangat nyata. Aku berharap, mimpi itu tak jadi kenyataan. Aku sangat berharap.
Aku melihat jam yang berada diatas meja, disamping tempat tidurku. Jam menunjukkan pukul 06.10 . Aku segera bangun dan mandi terus berangkat sekolah.
Sesampainya disana aku meletakkan tasku dibangkuku. Aku melihat ryan, kepalanya disandarkan dimeja. Aku menghampirinya.
"Ryan" aku menyapanya. Dia mengangkat kepalanya. Dia sangat pucat.
"Ryan kamu kenapa, Sakit?" Tanyaku dengan cemas. Aku memegang keningnya, panas sekali.
"Aku nggak apa-apa kok fan" jawabnya langsung memegang tanganku yang berada dikeningnya.
"Kamu sudah sarapan?" Tanyaku. Dia menggeleng.
"Ayo makan, aku juga mau sarapan. Kali ini aku yang traktir deh" kataku sambil tersenyum. Langsung menarik tangannya. Aku dan dia menuju kekantin.
Sesampainya disana aku menyuruh ryan duduk. Dan aku berkata.
"Kamu makan apa? Biar aku yang pesankan"
"Nasi goreng sama telur mata sapi ya" jawabnya.
"Minumnya?" Tanyaku lagi.
"Susu putih hangat saja".
"Siap bos" kataku sambil hormat. Aku memesankan makan dan minum, sekaligus membayarnya.
"Ryan. Kemarin kalian kemana sih?" Tanyaku kepada ryan, sambil duduk. Ryan hanya diam. Ya mungkin, dia tak mau bahas itu. Pesananku dan pesanannya sudah datang. Aku dan diapun makan. Setelah memakannya haris, ryan berkata.
"Fan, novelku sudah jadi. Nanti habis pulang sekolah kerumahku ya?" Katanya sambil tersenyum.
"Ok" jawabku. Aku dan diapun menuju keruang kelas. Didalam ruang kelas sudah ramai. Baru saja aku dan ryan duduk, bel tanda dimulainya pelajaran berbunyi.
Bu ike masuk kedalam kelas.
"Selamat pagi anak-anak" kata bu ike memberi salam.
"Selamat pagi bu" jawab murid-murid serentak.
Bu ikepun memulai pelajaran. Tiba-tiba.
"Ryan" teriak haris, saat ryan pingsan dibahu haris. Seisi kelaspun mulai panik. Ryan langsung dibawa kerumah sakitoleh para guru. Aku, beby dan harispun mengikuti menuju kerumah sakit.
Diperjalanan fikiranku sudah tak karuan. Aku takut terjadi apa-apa pada ryan. Apa mimpiku itu terjadi? Jangan-jangan? Aku menangis mengingat itu.
Sesampainya disana sudah ada ayah dan ibu ryan. Ibu ryan langsung berkata.
"Fany dia ingin bertemu denganmu" kata ibu ryan, dengan wajah sedih. Aku masuk, aku melihat dia sangat pucat.
"Fany, kenapa menangis. Aku tak apa" kata ryan. Aku tetap saja menangis.
"Ini novelnya. Baca halaman terakhir ya" kata ryan sambil mengulurkan novel itu. Aku menerima novel itu.
"Aku pergi" lanjutnya. Langsung memejamkan mata.
"Ryan" teriakku langsung menangislebih kencang. Ayah dan ibunya langsung masuk kedalam, begitu juga dengan beby dan haris. Mereka langsung menangis.
Aku keluar dari ruangan itu. Aku duduk dibawah, disamping pintu. Aku melihat novel itu, novel itu berjudul "dia". Aku melihat halaman terakhir.
Dia.
Dia orang yang slalu aku kenal. Slalu ada dalam suka maupun duka. Orang yang mengajari aku arti sebuah persahabatan. Dalam persahabatan, tak ada rahasia. Tak ada.
Dia orang yang slalu memarahiku. Memarahiku karna kesalahanku. Memuji karna kelebihanku. Dia orang yang aku cinta sebenarnya. Ya, hanya dia.
Dia adalah kamu! Kamu adalah dia !. Ya, fanny. Kau adalah dia. Dia adalah kau.
Kamu yang slalu aku ceritakan, tentang kecuekkanmu. Tentang kemarahanmu. Tentang kasih sayangmu. Aku akan pergi fany. Telah lama aku berjuang dari penyakit ini. Kamu tak perlu tau apa penyakitku.
Aku pergi fany. Aku sayang kamu. Jaga novel ini ya. Aku pergi.
Air mataku menetes lebih deras lagi. Aku memeluk novel itu. Aku juga sayang kamu ryan. Aku akan slalu ingat padamu. Selamat jalan sahabatku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar